Pendekatan High Carbon Stock Cegah Deforestasi Untuk Lindungi Hutan Kita

12:17 AM

Dulu, kita pasti pernah mendengar bahwa Indonesia adalah paru-paru dunia, dikarenakan hutan Indonesia yang menghijau dari sabang sampai merauke. Bahkan, katanya bila hutan kita terbakar sedikit saja, maka bukan hanya kita masyarakat Indonesia saja yang marah dan mengutuk, tapi banyak warga luar yang ikut marah. Wahh, mendengar hal ini aku nggak bisa bayangin betapa bangganya aku akan Indonesia. Tapi, hal tersebut sepertinya tidak berlaku lagi saat ini. Apalagi setelah hutan kita terbakar secara besar-besaran beberapa waktu yang lalu.

Image result for Hutan Di Indonesia
Sumber : Google
Kini hutan Indonesia yang luas hanya tinggal cerita orang tua pada anaknya, saat tidur di malam hari. Miris sekali! Apabila hal ini terjadi terus-menerus, apakah tidak mungkin hutan kita akan hilang? Hutan adalah sumberdaya alam yang selama ini menyediakan sumber kehidupan. Hutan bukanlah sumberdaya alam yang harus dieskploitasi terus-menerus. Tanpa hutan tidak ada binatang, tanpa hutan tidak ada air, tanpa hutan tidak ada oksigen, tanpa hutan tidak ada manusia.

Manusia adalah makhluk yang selalu tidak pernah puas, aku sempat berfikir bahwa hutan kita terbakar, atau ditebang secara membabi buta adalah karena keserakahan dari umat manusia yang tidak pernah puas akan materiil, seperti keuntungan dan uang. Mungkin, benar apa kata pepatah bijak dari Suku Indian, bahwa ketika pohon terakhir ditebang, ketika sungai terakhir dikosongkan, ketika ikan terakhir ditangkap, barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang. Lalu apakah kita harus benar-benar bertindak setelah semua hutan kita lenyap? Mengelola hutan harus dilakukan secara bijaksana, agar kehidupan sumberdaya alam berjalan dengan semestinya. Dan hubungan timbal balik kita dengan alam dan hutan pun dapat terbina dengan baik, sesuai dengan perputaran ekosistem yang seharusnya.

Seperti hutan hujan di wilayah Indonesia sebagai salah satu tempat tinggal bagi banyak spesies hewan, tanaman, sumber pendapatan masyarakat lokal, pemasok air selama beberapa dekade, dan sebagainya. Betapa kita sangat tergantung pada hutan, tapi kita malah melakukan kerusakan terhadap hutan. Salah satunya dikarenakan permintaan komoditas yang sangat besar seperti tissue, kertas, minyak sawit dan karet, yang menyebabkan hutan kita berubah menjadi perkebunan monokultur yang luas. Pastinya hal ini berdampak pada hutan, misalnya adanya pembabatan hutan secara liar, pembakaran hutan untuk membuka lahan baru, dan hal ini banyak menyebabkan kerusakan terhadap hutan kita.

Walaupun begitu, beberapa dari perusahaan telah menyadari hal tersebut, dan ikut prihatin dengan kejadian tersebut, dan melakukan tindakan yaitu membuat komitmen untuk menghentikan tropis deforestasi, misalnya perusahaan Unilever yang sudah membuat komitmen nol deforestasi.

Kita bisa ikut mendukung tindakan tersebut dengan, tidak memakai produk yang dihasilkan dari deforestasi atau hal-hal yang menyebabkan kerusakan hutan, walaupun kita pasti kesulitan untuk mengetahui apakah produk yang kita pakai ada kaitannya dengan deforestasi atau tidak.

Beberapa waktu yang lalu, telah diluncurkan sebuah metodologi gabungan baru yang berlaku secara global untuk melindungi alam dan mengidentifikasi lahan-lahan yang dapat diolah sebagai areal produksi komoditas. Metodologi ini dluncurkan oleh koalisi antara industri dan organisasi non pemerintah (LSM) di Bali pada tanggal 3 Mei 2017 lalu.

Para pemangku tanggung jawab tersebut telah berhasil mengubah ambisi mereka menjadi perubahan nyata dalam bentuk sebuah metodologi praktis, dikenal dengan High Carbon Stock Approach, sebagai kombinasi dari ekologi, sosial dan beberapa aspek ekonomi .

High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit merupakan sebuah terobosan bagi berbagai perusahaan, masyarakat, insitusi, dan praktisi teknis yang memiliki komitmen bersama untuk melindungi hutan alam sekunder yang tengah mengalami regenerasi. HCS Approach bertujuan mengidentifikasi hutan dalam bentuk landscape. Sehingga memudahkan dalam mengklasifikasikan kawasan hutan.


Untuk melindungi hutan, kita harus tahu termasuk strata mana kah hutan tersebut?

Pada peluncuran toolkit tersebut, Grand Rosoman, selaku Co-Chair dari High Carbon Stock (HCS) Streering Group menjelaskan  bahwa membiarkan deforestasi atau pembabatan hutan atau alam demi perkebunan sudah merupakan suatu hal yang dilakukan pada masa lalu. Saat ini, telah diluncurkan sebuah toolkit dengan metodologi yang memberikan panduan teknis yang praktis dan terbukti kuat secara ilmiah. Dan dapat mengidentifikasi dan melindungi hutan alam tropis.

Selama dua tahun, mereka telah menyatukan berbagai upaya untuk menyepakati satu-satunya pendekatan global dalam menerapkan praktek ‘non-deforestasi’. Metodologi tersebut telah memperluas persyaratan sosialnya, pengenalan dan penerapan terhadap data cadangan karbon. Hal ini telah mencakup teknologi baru termasuk penggunaan LiDAR, untuk mengoptimalisasi koservasi dan hasil produksi serta dapat diadaptasi bagi petani-petani kecil.

Tambahnya, koalisi unik ini telah bersatu dalam menangapi meningkatnya kekhawatiran akan dampak pembabatan hutan alam tropis terhadap iklim, satwa dan hak-hak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hutan. High Carbon Stock (HCS) Streering Group menyambut positif atas diterapkannya metodologi ini dalam skala yang luas untuk mendukung hak-hak dan mata pencarian masyarakat lokal. Selain itu, untuk menjaga kadar karbon hutan dan keanekaragaman hayati serta kegiatan pengembangan terhadap lahan-lahan olahan yang dilakukan secara bertanggung jawab.

Hcs approach toolkit versi 2.0

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa toolkit ini merupakan pembaharuan dari versi sebelumnya. Versi pertama dari HCS Approach Toolkit sebelumnya telah dirilis pada April 2015. Versi baru dari HCS Approach yang telah disempurnakan telah meliputi beberapa hal berikut :
  • Penelitian ilmiah terbaru,
  • Evaluasi dari percobaan lapangan,
  • Adanya topic-topik baru,
  • Masukan dari berbagai kelompok kerja HCS Approach Steering Group
Sumber: Twitter High Stock Carbon
Toolkit versi 2.0 ini juga menyajikan penyempurnaan, penambahan dan perubahan-perubahan penting pada metodologinya. Sebagai hasil dari ‘Kesepakatan Konvergensi’ antara HCS Approach dan HCS Study yand telah dilaksanakan pada November 2016 lalu. Dengan telah dilengkapinya HCS Approach Toolkit Versi 2.0, HCS Steering Group saat ini dapat fokus pada uji coba metodologinya. Hal ini dimasudkan supaya dapat disesuaikan bagi para petani kecil, serta memperkuat persyaratan sosial yand dikembangkan sebagai bagian dari proses konvergensi HCS.

HCS STEERING GROUP

HCS Approach Steering Group adalah sebuah organisasi yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yang dibentuk pada awal tahun 2014 untuk mengelola HCS Approach. Steering Group (SG) dibentuk agar dapat mengawasi pengembangan selanjutanya dari metodologi tersebut. Salah satunya adalah penyempurnaan terhadap definisi, objektif dan hubungan dengan pendekatan-pendekatan lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghentikan praktek penggundulan hutan. SG pun memandu implementasi dari metodologi tersebut, berkomunikasi/berinteraksi dengan para pemangku kepentingan dan mengembangkan/menjalankan pengelolaan terhadap model dari metodologi tersebut.

Jadi, bagi perusahaan, masyarakat, insitusi, dan praktisi teknis yang akan melakukan penggarapan terhadap hutan, harus mengikuti metodologi praktis ini sehingga memudahkan untuk mengetahui lahan-lahan mana saja yang bisa diolah. Bagi yang penasaran dengan metodologi High Carbon Stock Approach bisa mengunduh toolkit tersebut di sini.

Jangan lupan untuk mengikuti HCS Approach di Twitter  @Highcarbonstock 
Subscribe Youtube Channel High Carbon Stock Approach

You Might Also Like

7 comments

  1. Waah menarik kak Rin infonya ini, Nikmal aja jujur baru tau tentang High Carbon Stock :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga dengan adanya pendekatan ini, hutan kita bisa terjaga dari dan dikelola dengan baik

      Hapus
  2. Berati, bagi perusahaan, masyarakat, insitusi, dan praktisi teknis yang tak mengikuti metodologi ini ada sanksinya ya kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. nggak juga, ini cuma anjuran dari beberapa orang dan perusahaan yang peduli dengan hutan, tapi alangkah baikknya bila dikerjakan.

      Hapus
  3. Upss...barusan ke link nya...ternyata masih versi bahasa inggrisnya yang ada :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. hm, iya mungkin karena admin nya memang orang luar

      Hapus
  4. Jadi dengan adanya metodologi pelestarian dan pengelolaan hutan yang baik seperti ini semoga bisa ikut serta mengembalikan hutan kembali kepada fungsi aslinya ya. Apalagi jika semua pihak terkait kompak menjaag kelastarian hutan. Pasti kita tidak akan sedih melihat berita seputar kebakaran hutan hikshiks

    BalasHapus