GERMAN CINEMA FILM FESTIVAL
20-29 JUNE 2013
JAKARTA-MEDAN-BANDUNG-JAKARTA-MEDAN-BANDUNG-YOGYAKARTA
MAKASAR-BALIKPAPAN-SURABAYA-PALU
Gambar di ambil dari website Goethe Institut/germancinema.com |
Seorang teman
dari salah satu komunitas koprol “KOMIC” yaitu @dry_ice mengundang seluruh awak
KOMIC untuk menghadiri suatu acara yaitu nonton film gratis dalam acara GERMAN CINEMA FILM
FESTIVAL, kebetulan dia salah satu panitia acara tersebut.
Untuk daerah
Medan sendiri pemutaraan filmnya dimulai dari tanggal 21-22 Juni 2013
di Amaliun Convention Hall lantai 2. Beberapa judul film German ‘udah aku intip
sebelumnya, dan untuk tanggal 21 Juni 2013, aku
udah putuskan nggak bisa ikut nonton, karena bentrok dengan waktu kerja.
Walaupun sebenarnya aku bisa menghadiri acara itu di sesi pemutaran film yang
ketiga yaitu jam 7 pm. Pemutaran filmnya sendiri terbagi menjadi empat tahapan
dengan judul yang berbeda-beda.
Jadwal
Pemutaran GERMAN CINEMA FILM FESTIVAL untuk kota Medan, bisa di lihat di bawah ini:
JUMAT 21
Juni 2013 15.00 This ain’t California
17.00 Wintertochter
19.00 Sound of Heimat
21.00 Barbara
SABTU 22
Juni 2013 15.00 Die Farbe des Ozeans
17.00 Mahleur auf der Couch
19.00 Der Verdingbub
21.00 Halt auf freier Strecke
Film
yang kami tonton pertama yaitu Mahleur auf der Couch (Mahleur di Sofa)
menceritakan tentang seorang komponis terbesar di zamannya dan seorang direktur
opera di Wina yaitu Gustav Mahleur. Mahleur menghadapi masalah perkawinan,
yaitu istrinya, Alma yang 19 tahun lebih muda berselingkuh dengan seorang
arsitek muda Walter Gropius pada musim panas. Mahleur putus asa dan meminta
bantuan kepada orang terkenal yang sezaman dengannya yaitu Sigmund Freud, berselingkuh dengan seorang arsitek muda Walter
Gropius pada musim panas. Mahleur putus asa dan meminta bantuan kepada orang
terkenal yang sezaman dengannya yaitu Sigmund Freud, yang mengmbangkan
psikoanalisis dan salah satu tokoh cemerlang masa itu. Dengan kilas balik dan
intervie fiktif, Freud membuka kembali awal pertemuan sampai pernikahan antara
Mahleur dan Alma. Komplit dengan semua hal-hal yang mendukung cerita ini. TOP
deh untuk Director dan Writters-nya. Penonton diajak mengikuti
kedua laki-laki itu menelusuri liku-liku memori dan bawah sadar Mahleur-sebuah
perjalanan yang menuju ke kejutan yang menyakitkan.
Gambar di ambil dari website Goethe Institut/germancinema.com |
Hal-hal yang
aku sukai dari film ini adalah musiknya (love the music! Irama klasik yang
selalu aku sukai) apalagi film ini mengenai seorang komponis masyurr dan point of view penceritaanya kalee yah.
Keren deh..
Hikmah dari
film ini yang bisa aku ambil adalah pernikahan itu sakral dan suci tidak
sepantasnya di nodai dengan perselingkuhan. Menikah itu tidak karena kamu mengagumi dia sebagai seseorang
yang memiliki suatu talenta cemerlang. Dalam film ini Alma hanya menjadi ‘muse’
untuk Mahleur.
Kalo kamu
belum cukup umur, ga usah yah liat film ini, ampud DJ deh kecuali di sensor
yah.
Gambar di ambil dari website Goethe Institut/germancinema.com |
Film
kedua yaitu Der Verdingbub (Bocah Pekerja Titipan) menceritakan tentang seorang
anak yatim piatu, Max dan keluarga pengasuhnya. Di balik penampilan yang indah
bersembunyi mimpi buruk yang paling mengerikan. Mimpi buruk Max datang dalam
wujud keluarga asuhnya. Nasibnya di Swiss pada tahun sekitar 1950 an sama
seperti ansib banyak anak yatim piatu sebelumnya-ia ‘dititipkan’ ke sebuah
tanah pertanian sebagai tenaga kerja murah. Ia diterima oleh suami-istri
Bösinger, yang menjalani kehidupan petani yang keras. Tetapi, bukan sebagai
putra, justru sebaliknya yaitu pekerja di pertaniannya. Jacob anak sang
petani, yang sok jago menjadi salah satu
rintangan yang sulit bagi Max. Apalagi setelah kedatangan Berteli, seorang anak
asuh lain yang ‘dititipkan’ di keluarga yang sama dengannya. Dengan latar
belakang pemandangan Emmental yang indah, setiap hinaan semakin menusuk dan
kesewenang-wenangan orang tua asuhnya terasa semakin keji. Max selalu menjadi
kambing hitam dan mendapatkan perlakuan yang kasar dari kaluarga Bösinger
tersebut sebagai pelampiasan. Berteli mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari
Jacob ketika malam hari, sampai ia mengandung dan mati. Karena sang ibu yang
mengetahui kebejatan anaknya Jacob, tidak menerima kesalahan anaknya yang
sangat ia banggakan dan akhirnya mencelakan Berteli. Max, kemudian kabur dari
pertanian tersebut merantau ke Argentina dengan akordeonnya.
Inilah sisi
lain dari German, yaitu salah satu masa yang kelam dalam sejarah daerah
Pegunungan Alpen belum lama ini. Again
aku suka musik yang dimainkan si Max dengan akordeonnya. Filmnya bagus, Cuma
aku selalu tidak suka melihat wanita disakiti apalagi, melihat Berteli yang
mendapatkan pelecehan seksual seperti itu kayaknya pengen banget mencincang si
Jacob itu *geram. -Ã
apakah ini artinya akting mereka berhasil? Tapi, yang patut di acungi jempol
adalah kegigihan Max yang patut di tiru dalam mencapai cita-cita.
Mungkin itu
sekilas mengenai GERMAN CINEMA FILM FESTIVAL di hari terakhir, walaupun sedikit terganggu dengan
acara band di Amaliun Foodcourt tapi tidak mengalihkan perhatian penikmat film
untuk tetap mengikuti tiap alur dari ceritanya. Saluutttt *dua jempol deh...
Big
thanks to Goethe Institut untuk GERMAN CINEMA FILM
FESTIVAL, terimaicih untuk menghadirkan German life’s. Dan terima kasih juga,
untuk perkenalannya dengan para pencinta film penyuka German.
To @dry_ice
maicih juga untuk acaranya yang seru, dan for KOMIC ; @queen_yuli, @paisalamir,
@ahmadsalim, @rian_oioi dan Irwan terima kasih untuk kebersamaannya.
NB: Berasa artis deh, di
foto-foto terus sama panitianya , btw bisa minta ga yah fotonya yang kemaren
itu,, hehehe. Oh , iya selamat untuk @ahmadsalim yang dengan keberaniannya
untuk memberikan saran-saran atas film
yang telah di tonton, akhirnya mendapat ganjaran sebuah buku, kalo ga suka
bukunya boleh loh sumbangin ke sayah!